Rabu, 23 Desember 2020

My Caesarian Story Part 2

 

Lalu tak lama seorang perawat di atas kepala ku memberikan aku obat di bawah lidah. Aku diminta untuk mengunyah obat itu. Obat yang tak memiliki rasa, aku seperti sedang makan kapur barus saat mengunyah obat itu. Aku hanya menurut. Aku tahu fungsi obat yang biasa diberikan di bawah lidah ini, yah aku menurut saja tentang prosesnya, pasti untuk kebaikan pasien juga.

          Lalu tindakan mungkin selesai, karena semua tertutup tirai. Lalu aku dibersihkan. Lalu aku mulai merasakan mengigil hebat. Menggigil yang sangat kencang tak bisa berhenti. Tangan kanan ku tak bisa diam bergerak. Aku dipasangi infus baru di tangan kanan. Untuk pasang  line infus baru. Aku sangat mengigil, dingin sekali… lalu tiba-tiba aku mual hebat..tanpa bisa ku tahan… aku muntah! Aku mengarahkan wajahku ke kanan. Aku muntah cairan pahit karena aku puasa sejak jam 1 pagi tadi. Aku muntah cukup banyak air-air kosong, perawat dengan sigap menadah muntahku. Aku mual lagi dan lagi… diperjalanan pun aku merasa ingin muntah. Aku mual banget lalu aku muntah-muntah. Aku sedang dalam pengaruh obat mungkin. Jadi aku lemas sekali bahkan kepala aku tak bisa mengangkat. Namun kondisi ku sadar ketika ditanya berbagai hal dengan perawat.

          Aku merasa haus yang amat sangat. Saat itu aku tahu bahwa aku dipindah-pindahkan ke tempat tidur lain dengan alat. Ditarik sana-sini. Namun aku hanya pasrah saja. Aku kehausan. Aku melihat bahwa darah telah menggantung. Tanda bahwa aku sedang di transfusi darah lagi. Infus cairan penuh juga sedang masuk di tangan kiri ku. Aku dibebat dengan banyak selimut. Aku dipasangi pembalut ibu melahirkan. Double lalu dipasangi jarik dibentuk seperti popok. Aku hanya pasrah apapun yang dilakukan petugas perawat saat itu..

dok.pribadi. hari ke 2 pasca operasi. harus bisa duduk, kalo tidak ga akan ketemu bayi dan menyusui. karena bayi tidak boleh ke ruang perawatan ibu saat pandemi seperti ini

          Aku kehausan, lalu ada perawat datang menghampiri. Dan memberi aku minum. “Tapi saya belum buang angin sus..”. “Engga papa kok mba, sekarang boleh minum tanpa nunggu buang angin..” lalu setelah minum air beberapa teguk. Aku kembali tertidur. Lelap. Aku ngantuk banget. Lalu aku tidur.. saat itu pukul 2 siang. Aku tidur cukup lama. Jam 4 sore aku terbangun. Kaki mulai bisa digerakkan pelan-pelan. Kata perawatnya mulai coba digerakkin kakinya bu... aku mulai menggerakkan kaki dan menekuknya. Alhamdulillah sudah mulai terasa dan bisa di tekuk. Namun rasa perih dan nyeri di perut bagian bawahku memang terasa sangat. Nyeriii. Aku tidak bisa gerakkan badanku. Hanya bisa berbaring lurus saja dan terlentang. Pukul 04 sore itu aku dibawa kembali ke ruang perawatan. Sebelumnya aku akan diganti pembalut dulu. Kemudian aku dibawa menggunakan tempat tidur dari ruang recovery room ke ruang rawat inap biasa. Dijalan aku masih lemas. Mata ku masih terpejam. Dan aku sampai ke ruanganku. Ruangan yang saat itu aku merasa sangat panas.  Belum lagi ternyata ada pembangunan oleh tukang bangunan yang cukup buat bising. Saat itu aku merasa lapar sekali.

          Ingin makan, lalu aku diberikan bubur sumsum dan gula merah saja. Cukuplah, Alhamdulillah saat itu aku langsung tersadar. Dan seketika tentu aku bertanya perihal anak ku. Anak yang baru aku lahirkan. Aku mau lihat fotonya. Lihat bagaimana kondisinya. MasyaAllah segala puji dan syukur dihaturkan hanya pada Allah Ta’ala. Anakku lahir sehat selamat. Badannya full terisi. Berat badannya 3.6kg dan panjangnya 49 cm. Tubuhnya tampak montok di incubator itu menggunakan pampers saja, badannya putih mulus, dan matanya terpejam. Ada pose mulutnya sedang digerak-gerakkan seperti dia haus. Namun aku tahu bahwa bayi baru lahir jika perutnya tidak diisi selama 24 jam tidak masalah karena lambungnya masih sekecil butiran jagung. 

dok. pribadi. pumping ASI untuk Dinda. Asi perdana penuh colostrum. untuk kekebalan tubuh bayi baru lahir. walau sedikit, di syukuri.

          Aku masih harus beristirahat. Tubuhku masih sulit digerakkan karena nyeri. Ibuku yang menungguiku terpaksa tidur di kursi ya karena badanku masih kaku dan ga bisa digerakkan. Terasa nyeri yang amat sangat jika dipaksa gerakkan. Sedangkan selang kencing kateter masih terpasang padaku. Aku belum siap jika harus bulak balik ke kamar mandi dengan kondisi begini huhu.

          Esoknya selang kencing harus dilepas. Takut infeksi saluran kemih katanya. Terus aku harus mobilisasi. Tidak boleh kaku saja di tempat tidur. Aku minta agar perawat membantu aku membersihkan tubuh, terutama dari darah pasca bersalin ini. Ternyata di RS ini hal itu tidak dilakukan oleh perawat, melainkan oleh care giver. Ya beda lagi, waaah ternyataaa membayangkan kalau di RS ku semua perawat harus memiliki skill bisa memandikan pasien di tempat tidur. Baik perawat baru maupun perawat lama. Namun disini enak banget care giver yang kerjakan. Hmmm. Tapi yaa tentu beda jika pekarya atau care giver yang melakukan tindakan pembersihan.

          Mana pekarya itu kan mau ganti sepray tempat tidur. Eh dia ga bisa melakukan jika pasien ada di tempat tidur, aku harus duduk di kursi dulu doong. Dan aku kesakitan banget. Harus dipaksakan bisa duduk kalo ga sepray tempat tidur ku ga bisa diganti oleh petugas. Fiuh. Aku menahan sakit yang amat sangat. Mau nangis. Tapi harus di kuat-kuati. Akhirnya aku bisa walau tahan nyeri.
 

dok. pribadi. inilah buah hati pertama ku, i love her so much

          Bagaimana dengan bayiku? Ya hari ini belum ketemu bayi ku sama sekali. Jadi aku mau bertemu bayi pukul 10 ini. Karena bayiku sama sekali belum di beri apapun. Karena untuk ASI saja yang diberikan pada bayi yang baru lahir, Aku dicarikan kursi roda oleh ibu Asma, ia adalah sepupu mama ku yang bekerja sebagai perawat di poli anak. Aku naik kursi roda dengan di dorong bersama saudaraku Ibu Asma. Aku sampai di ruang bayi baru lahir di lantai 6.

          Hanya boleh aku yang masuk ruang menyusui. Lalu anakku diberikan pada ku untuk disusui. Awalnya terasa waswas. Apakah asi ku ada? Kata perawatnya “Gausah di pikirin mam. Yang penting di susuin dulu anaknya ya. Nanti juga keluar sendiri ASI nya..”

dok. pribadi. moment saat aku perkenalkan anakku ke para sahabatku. mereka excited sekali melihat wajah ponakannya :D

          MasyaAllah. Tatapan pertama ku melihat anakku secara langsung, menggendongnya hilanglah semua perih diperut ini. Tubuh bayi ku bisa ku gendong dengan mantap dan melupakan nyeri yang ada di perut bagian bawahku. Anakku tampak tenang. Wajahnya teduh, wajahnya memerah semu. Bibirnya tipis dan bewarna pink. Melihat wajahnya. Ia melihat wajahku walau dengan masker. Tanpa henti dia menatapku. Ya.. aku ibumu, Nak. MasyaAllah.. akhirnya kita berjumpa ya sayang…

          Alhamdulillah anakku sangat pandai dalam menyusui. Tumbuh sehat baik dan pandai ya sayangku.. Adinda Namira Putri Shaqeena, yang maknanya "Si Kesayangan, anak dari Mubin dan Rinta Putri yang rajin, ulet, pandai dan bahagia"

 

dok. pribadi. saat Adinda sudah boleh pulang. bersama ayah tercintaa :)

08 Desember 2020

Pukul 16.59

Adinda masih di RS, karena harus di observasi dulu.

Doakan ia segera pulang dengan sehat yaa pembaca.

.

Tanggal 9 Desember 2020 sore hari, tepat saat libur karena pilkada. Adinda diperbolehkan pulang oleh dokter anak karena dari hasil pemeriksaan Dinda tidak ada kelainan di kakinya. tadinya kaki Dinda ada bengkak, khawatir ada sumbatan pembuluh darah (DVT). Sudah di scanning di RSCM Kencana, Alhamdulillah tidak ada kelainan. 

My Caesarian Story (PART I)

 

06 Desember 2020

 

          Perjalanan baru di mulai. Tanggal 2 Desember 2020 adalah hari yang mendebarkan buatku, rasa campur aduk melingkupi jelang hari itu. Rasa deg-degan, takut, penasaran, stress, dan excited karena akan bertemu anak yang selama ini setia berada di rahimku. Fase demi fase kehamilan yang sudah ku jalani.

          Sebelumnya berbagai persiapan di lakukan. Mulai dari konsul spesialis. Konsul spesialis kandungan, konsul penyakit dalam, hingga konsul spesialis anestesi. Aku dijadwalkan untuk datang H-1 sebelum di rawat. Yaitu pada tanggal 1 Desember 2020. Karena aku harus menjalani proses transfusi darah dulu 1 kantung. Untuk persiapan operasi. Melakukan pendaftaran dan administrasi yang cukup melelahkan. Saat itu kehamilanku berusia 38 minggu 3 hari. Sedangkan saat aku di Caesar kehamilanku berusia 38 minggu 4 hari.

          Mulailah aku masuk ruang rawat inap. Sampai ruang rawat inap aku mandi dulu, mengganti baju. Tak lama perawat datang memasang infus di tangan kiri ku. Lalu malamnya perawat datang, mengajakku keruangan kebidanan untuk dilakukan CTG bayi. Perutku di kerat dan di tengahnya ada alat, sebelumnya perutku sudah di beri gel. Pemeriksaan cukup lama. Aku disuruh memencet tombol jika bayi ada gerakkan saat pemeriksaan itu. Sebagian perawat sudah mengetahui kalau aku adalah sejawatnya juga, perawat di salah satu rumah sakit juga.

          Setelah itu menurut bidan, dari hasil CTG janinku beberapa kali melakukan kontraksi. Lalu aku dilakukan pemeriksaan dalam. WHAT??? VT? Vagina Touch! Periksa dalam!! Ini yang dilakukan pada semua ibu yang akan melahirkan normal. Dulu aku sering melihat ibu yang akan melahirkan dilakukan hal ini, namun kali ini aku dong yang akan merasakan. Dan  bidan memakai sarung tangan. Melakukan Vagina Touch padaku. Rasanya? “Duuuh sakitnyaaaaa. Jari si bidan terasa nyakitin dan tajam banget pas masuk ke dalam. Dalam banget  rasanya!! Masih terbayang nyerinya. Dan ternyata aku sudah bukaan 1 dong. Lalu bidan memberikan aku obat anti nyeri via infus dan pil supossitoria (anti nyeri diberikan dari dubur)

H-1 persiapan operasi transfusi kolf 1. dokumentasi pribadi

          Setelah selesai pemeriksaan, aku kembali ke kamar. Jelang malam, aku dilakukan transfusi darah. Darah sebanyak 1 kantong, isi 197 cc yang akan masuk ke tubuhku. Ya.. untuk persiapan operasi, karena kadar Hemoglobinku rendah. Makin rendah karena sedang hamil ini. Ah hatiku berdebar menanti hari esok.. hmm

.

ESOK

2 Desember 2020

          Hari ini aku direncanakan operasi pada pukul 9 pagi. Paginya, aku diberikan antibiotic premedikasi dulu, berupa Ceftriaxone 1 gram. Via infus. Ah, tadinya mau di bolus langsung di pembuluh. Untungnya hanya drip saja. Setelah itu pukul setengah 10 pagi, barulah aku dibawa ke ruang persiapan operasi. Gimana rasanya? masyaAllah berdebar!! Sepanjang jalan ga henti aku beristighfar, minta tolong sama Allah sekaligus minta ampun. Ampun ya Allah. Aku takut ada apa-apa, aku juga merasa bahagia jika nanti hitungan jam bisa bertemu sama bayi, anugerah pernikahan dari Allah bagi kami.

          Baik, jadi aku di beri pakaian ganti. Pakaian khusus untuk ruangan operasi. Tidak ada penutup tangan, hanya penutup badan saja, tanpa ada lengan bajunya. Aku ikuti saja prosedurnya. Celana juga tidak dipakai lagi, hanya pakai selimut saja. Aku masuk ke ruangan yang dingin itu, selama perjalanan aku berkomunikasi pada perawat-perawat disana karena memang sesama medis aku cukup banyak mengetahui tentang prosedural operasi.

          Namun untuk operasi Caesar, aku hanya mengingat saat aku mahasiswa untuk proseduran sc ini. Jadi aku dipersiapakan. Pemasangan Cathether urine dilakukan setelah setengah bagian tubuhku dibius. Aku bersyukur karena tidak merasakan sakitnya di pasangi kateter. Dokter anastesi datang lebih awal. dr. Widjanarko namanya, beliau mengobrol denganku menanyakan beberapa dokter di rs tempatku bekerja yang juga aku kenal.

          Aku diminta untuk duduk di atas meja operasi itu, tentu dengan penerangan yang cukup terang dan suhu yang sangat dingin serba hijau. Aku disuruh duduk bersila memeluk bantal di dada. Punggungku diminta sedikit membungkuk. Lalu aku kaget..
          Tuts!  “Aw!” secara reflek aku menegakkan punggungku karena kaget. Lalu kata perawatnya, jangan tegak dulu bu. “Iya, iya, aku kaget tadi..” karena dokter mungkin lupa beri aba-aba.  Lalu tak lama… kedua kaki ku semutan… lalu melemah. Lemas. Dan aku diminta untuk langsung merebahkan badan biar reaksi biusnya merata. Aku meluruskan badan. Dan seketika aku lemah tak berdaya, dari pertengahan badan sampai kaki aku tidak merasakan apa-apa lagi. Hanya jika di sentuh terasa getaran saja seperti orang kesemutan, namun lama-lama tak terasa apapun. Tirai hijau di depan wajahku di tutup. Ada besi seperti untuk jendela menutupi. Dokter Nining, Sp.Og datang.. dan menghampiri aku. Ia bersama asistennya melakukan tindakan aku lupa nama dokternya siapa. Dokter Nining menyapa ku… “Bu Rinta ya? Kita mulai ya…”, “iya dok..” jawabku.

          Lalu entahlah apa yang mereka lakukan. Selama operasi aku sadar dan hanya melihat-lihat sekeliling. Melihat peralatan dan bagian-bagian di ruangan, sesekali aku mendengar percakanan kedua dokter saat melakukan koordinasi tindakan yang mereka lakukan, namun agak kurang jelas apa yang dibicarakan.

          Hampir 20 menit berlalu.. lalu agak terasa gerakan sedikit dalam perutku. Pertanda bayi sedang di keluarkan.  Perutku terasa bergetar.. “Lalu terdengar asisten dokter Nining bilang, “Vakum.. vakum..” lalu mungkin vakum di letakkan di kepala bayi ku. Kemudian Qadarallah alat vakum tidak berfungsi, sempat salah satu dokter itu menggerutu karena vakum tak berfungsi. Lalu perawat yang ada di kiri ku membantu mendorong perutku untuk bantu bayi keluar.

          Akhirnya bayi keluar. Di bawa lah bayi itu ke sisi tindakan. Anakkku di lakukan suction cairan di mulutnya, aku mendengar alat itu bekerja.  Tak lama terdengar sayup suara tangisan bayi, kemudian bayiku dibersihkan kembali cairan dimulutnya, lalu ia menangis dengan sangat kencang. Menangis khas bayi yang sehat. Dalam hatiku sangat bersyukur , “MasyaAllah, Alhamdulillah Alhamdulillah”.

dok. pribadi. aku dan suami beberapa hari jelang operasi caesar

          Mungkin saat prosesnya dokter kandungan ku sedang bergelut dengan pengeluaran plasenta yang ada di rahimku. Mungkin juga sedang membersihkan sesuatu yang ada di rahimku. Lalu tak lama seorang perawat di atas kepala ku memberikan aku obat di bawah lidah. Aku diminta untuk mengunyah obat itu. Obat yang tak memiliki rasa, aku seperti sedang makan kapur barus saat mengunyah obat itu. Aku hanya menurut. Aku tahu fungsi obat yang biasa diberikan di bawah lidah ini, yah aku menurut saja tentang prosesnya, pasti untuk kebaikan pasien juga.

Lalu......