Berawal dari perseteruan kecil
antara Rachmat dan Adhin mengenai konteks tulisan yang menurut Adhin sangat
bertolak belakang dan tidak mendukung agama sendiri. Perseteruan antara
jurnalis dan fotografer ini terdengar hingga meja pemimpin redaksi majalah
Republik, tempat
kerja mereka. Si Bos kekeuh tidak lagi menayangkan tulisan Rachmat yang sangat
menilai sinis aksi yang di lakukan umat islam, Rachmat berspekulasi bahwa hal
ini bukan perkara penistaan agama saja, melainkan sudah ditunggangi politisasi.
Merasa pemikirannya tidak di dukung, Rachmat memgancam ingin keluar dari tempat
kerjanya itu, sedangkan pemimpin redaksi tidak rela kalau jurnalis terbaik
lulusan Harvard ini pergi begitu saja,
dok. 212 movie |
Hingga suatu ketika Rachmat di
telpon oleh keluarganya di Ciamis. Rachmat segera meninggalkan pekerjaannya dan
masuk ke mobil bersama Adhin. Ibunya
Rachmat meninggal, sedangkan sudah sejak 10 tahun ia tak juga pulang. Selama di perjalanan
Rachmat mengingat masa kecilnya, tentang dirinya dan keluarga sedang berada di
dalam mobil, menyusuri jalan beraspal yang berkelok. Kemudian mobil oleng dan
terjadi tabrakan. Hal
itu membuat Rachmat menangis. Nah di scene ini penonton di buat bertanya-tanya
tentang adegan kecelakaan ini, yang
akhirnya terjawab di pertengahan film.
Sesampainya di Ciamis, tempat
kelahiran Rachmat. Suasana rumah sudah ramai dengan para pelayat, termasuk
Yusna. Yusna adalah seorang gadis yang selama ini menemani ibunya Racmat hingga
merawatnya hingga ujung wafat sang ibu. Rachmat menangis sejadinya di depan jasad
sang ibu. Termasuk
melihat Abahnya yang terlihat
tegar, namun tetap menunjukkan wajah sedih. Rachmat masih memandang jutek
Abahnya. Ya, hubungan Ayah dan anak ini ternyata memang tidak akur. Malah
Rachmat pernah berkata pada Adhin, bahwa ayahnya sudah mati di hatinya.
Perlakuan Rachmat pada ayahnya selalu cuek. Bahkan
Rachmat ingin segera kembali ke Jakarta. Saking
enggan bertemu dengan Abah.
dok. 212 movie |
Berita nasional mulai ramai menanyangkan
mengenai aksi pada tanggal 2 Desember 2016 ini. Rachmat tetap berpikir bahwa
ini adalah aksi konyol, yang nantinya akan menjadi maker dan tragedy 98 bisa
terulang lagi. Rachmat tak mau membiarkan ayahnya ikut aksi ini. Racmat selalu
berkata “Abah sudah tua Bangka, nanti kalo ayah sakit, saya juga yang repot..”
ucap Rachmat pada ayahnya kala itu. Disini di tunjukkan bagaimana kesungguhan
seorang Rachmat untuk menghalangi ayahnya yang sudah tua ini untuk mengikuti
aksi damai 212. Abah Zainal dan para jamaah akan long march ke Jakarta. Perjalanan
sejauh 300 kilometer. Dengan
kesungguhan Rachmat ia tetap menghalau ayahnya, namun dengan kekuatan dan
keyakinan si Abah. Abah Zainal tetap akan berjalan dengan para jamaah, semua
Lillah karena Allah. Berjalanlah mereka serempat
menyusuri jalan Ciamis. Kadang kedatangan hujan
dan berteduh seadanya. Ada hal menarik lagi, bahwa ketika rombongan sampai di
Tasikmalaya, Dan
di sambut oleh ustad setempat terjadi pergolakan di hati Rachmat. Ketika Abah bertemu
sesama ustad dan melihat
bahwa anak ustad itu tampan, dan kuliah di Kairo
Mesir mendalami agama. Seketika itu, di
pertengahan percakapan Rachmat langsung bertutur.. Saya Lulusan Harvard. Lulusan terbaik disana.
“Percuma hebat lulusan Harvard tapi sholatnya masih bolong-bolong”, ucap si
Abah.
dok. 212 movie, putihkan bioskop |
Rachmat selalu mengajak abahnya
untuk kembali pulang. atau minimal pakai kendaraan bertiga meski tetap harus menuju Monas. Disana terjadi konflik
antara Rachmat dan Abah. Namun Abah tetap tegas untuk tetap ikut aksi damai di
Monas. Perjalanan tidak mudah, beberapa kali Abah sakit karena kondisinya yang
sudah tua. Di sisi lain, Pemred Majalah tempat Rachmat bekerja menugaskan
temannya Rachmat yang non muslim untuk meliput aksi damai pada 2 Desember 2016
itu. Ada keraguan pada jurnalis wanita itu, apalagi setelah Rachmat bilang
bahwa aksi 212 ini akan jadi makar untuk menurunkan presiden seperti di tahun
98, aksi akan ricuh, dan akan di jadikan makar seperti masa lalu. Kegalauan
menyeruak di dada jurnalis wanita non muslim ini.
Namun
ketika hari-H aksi ternyata semua terjawab, saat hendak meliput dengan pakaian
khas jurnalisnya. Sempat di suruh turun dari atas ternyata justru diberi
perbekalan makanan dan minuman dari salah satu peserta aksi dan mempersilahkan
para wartawan untuk meliput aksi yang sebenar-benarnya. Di sapa dengan wajah
yang santun dan hangat. Apalagi pada scene pasangan non muslim yang akan
menikah di Gereja Katedral, sang jurnalis wanita ini sempat bertanya kepada
mempelai, “Mengapa melakukan upacara di tengah aksi begini, kenapa tidak di
undur saja hari pernikahannya?’. Kemudian mempelai wanita menajwab “Saya tidak
masalah melakukan acara pernikahan ini, karena saya tahu judul aksi ini adalah
aksi damai, makanya kami tetap melaksanakan upacara pernikahan kami..”.
dok. pribadi. kita nonton bareng |
Abah dan
rombongan dari Ciamis telah sampai di Monas dan melaksanakan aksi damai. Lagi,
Rachat tetap mengajak Abahnya untuk pulang saja, karena khawatir terjadi
apa-apa. Kembali terjadi konflik terhadap ayah dan anak. Abah mulai mengungkit
kejadian masa lalu. Dan kejadian ini mengajak penonton untuk mengingat bayangan
Rachmat saat di awal film iini, tentang tabrakan yang terjadi saat Rachmat
masih remaja. Dan kembali terkuak juga mengapa Rachmat acuh dengan abahnya
selama ini, terungkap sudah kekecewaan Raachmat pada abahnya sehingga Rachmat
sempat menganggap abahnya ‘mati’ di hatinya.
Aksi
damai ternyata berlangsung sangaat damai. Tidak ada kericuhan, apalagi makar.
Hingga ku teringat dengan perkataan seorang peserta aksi.. “Kita yang tergerak
karena iman, mana mngkin menjadikan amarah sebagai panglima. Menginjak rumput
saja mereka tidak mau”. Ya rumput di area monas tidak terinjak sama sekali,
makanan dari sesama saudara musim yang mensedekahkan jualannya untuk diberikan
kepada petugas aksi melimpah ruah, namun tak ada satupun sampah berserakan
setelah aksi. Di sini terdapat banyak keharuan yang terjadi. Dan inilah yang
menunjukkan wajah islam yang sesungguhnya. Seperti sebuah satu kesatuan
anggota. Sesama Muslim dengan Ridho Allah seperti sudah terstruktur bagiannya
masing-masing ada yang menjadi petugas membersihkan sampah yang berserakan, dan
semua saling membantu dan menjaga kebersihan, tidak menginjak rumput, semua
menjadi satu komando.
dok. pribadi. nontonn bareng FLP Lampung |
Abah
memberikan pidatonya di depan podium. Beserta para ulama lainnya. Abah
mengutarakan pemikirannya dalam aksi bela islam, yang mana ini semua tidak ada
unsur politik apapun, ini hanyalah sebagai wujud kecintaan umat pada agamanya,
islam. Yang meminta keadilan atas agama yang telah di nista. Umat islam ingin
keadilan. Setelah aksi, Rachmat mengajak ayahnya pulang dan ia siap menemani
Abah di Ciamis sepeninggal ibunya. “Bawa Abah pulang setelah sholat jumat
berjamaah ya..”. Sholat jumat terbanyak jemaah nya di monas kala itu
dilaksanakan, terlihat monas dikelilingi oleh peserta aksi yang berpakaian
putih-putih. Terlihat dari drone sangat indah dan rapi. Jamaah yang rapat, dan
gerakkan serentak mengikuti imam sholat jumat. Di akhir cerita, Abah drop di
akhir sujudnya..
dok. pribadi |
Setelah
sholat seluruh jamaah dari Ciamis segera menolong Abah, kemudian dibawa ke
rumah sakit. Rachmat kembali ke Ciamis untuk mengambil perlemgkapan Abah di
Rumah Sakit (Jakarta), kemudian Rachmat menemukan album yang tak sengaja
terjatuh. Buku Album yang berisi penuh dengan artikel itu di buka oleh Rachmat.
Termyata album itu berisi berbagai karya Rachmat selaku jurnalis menulis di
berbagai media masa. Tak tertinggal satupun artikel tulisan Rachmat, semua
lengkap disana. Kemudian Rachmat kini mengakui bahwa ayahnya sangat perhatian
pada dirinya, jauh dari anggapan Rachmat selama ini. Apalagi ketika Yusna
kembali mengingatkan saat Rachmat berkuliah di Harvard, Abah lah yang paling
sedih ketika tahu Rachmat akan pergi. Untuk pertama kalinya, seorang Rachmat
yang cuek dankeras hatinya ini menangis.
Setelah beberapa hari Abah mendapatkan
pengobatan. Abah dan Rachmat kembali ke Ciamis. Ayah dan anak ini kemudian
mengunjungi ibunya yang baru beberapa waktu lalu memninggal dunia. Dalam ziarah
itu, Rachmat mengutarakan curahan hatinya. Rachmat mengutarakan kelak suatu
saat akan seperti Abah. Sebagai pendakwah.. karena itulah yang diinginkan
seluruh Kyai kepada anak-anaknya, tutur Rachmat sambil membersihkan daun-daun
kering di pemakaman ibunya. Kemudian si Abah dari atas kursi rodanya mengatakan
bahwa ia tidak ingin anaknya menjadi kyai. Cukup Rachmat menjadi jurnalis yang
jujur, menyampaikan berita secara sebenar-benarnya, itu jadi salah satu syiar
dakwah, bermanfaat bagi sesama. Rachmat menatap abahnya sambil tersenyum.
dok. pribadi. nonton bareeng |
Majalah Republik tempat Rachmat
dan Adhin bekerja asudah mencetak berita terbaru tentang aksi 212. Adhin yang
berpenampilan Rocker ini bergegas menuju percetakkan di kantornya dan melihat
judul tulisan Rachnat. Kali ini tulisan Rachmat memberikan maknsa sebenarnya,
dengan judul yang adem untuk aksi 212, ternyata Abahnya serta aksi 212 yang
diikuti Rachmat telah mengubah pandangan radikal Rachmat selama ini tentang
islam. Rachmat kembali menjadi sosok yang lebih baik lagi. Serta berusaha
menjadi jurnalis yang diharapkan oleh abahnya. Dari pertengahan cerita film
hingga akhir, terasa power yang di miliki film ini, tak heran bisa menghasilkan
senyum, tawa, emosi. Bahkan haru yang tak berkesudahan. Senyum berkembang
dengan mata yang berair karena haru setelah film ini begitu terasa. Film ini
menjadi rekomendasi untuk kamu mengisi ngabuburit ramadhan dengan film baik dan
kisah baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah menbaca tulisan saya, silakan tinggalkan komentar mari bersilaturahim :)