Kumandang Takbir bergema. Malam
itu malam idul Fitri.. terdengar anak-anak keliling menggemakan takbir. Dengan bedug
khasnya. Aku keluar kamar Kos dengan pakaian putih-putih. Pakai jaket dan
ransel, kemudian jalan kaki menuju Rumah Sakit. Suasana orang berjualan sudah
tidak ada, mungkin semua orang sudah Mudik ke kampung halaman masing-masing. Di
persimpangan jalan terdengar sayup takbir dari masjid dan anak muda berkeliling
dengan takbirnya. Di atas sana sekilas terlihat kembang api menghiasi langit
Jakarta.
Melewati rumah-rumah warga di
sudut gang sempit ibukota, tercium aroma opor dari ruangan yang terbuka. Aku mencium
aroma opor sambil tersenyum.. di rumah yang satu lagi terlihat ibu-ibu sedang
mengisi anyam ketupat dengan beras seperempat genggam. Sambil tersenyum aku
berucap dalam hati, “Lebaran tahun ini di rantau lagi…” Memasuki gedung Rumah
Sakit tempatku bekerja. Suasana biasa saja. Ruangan sejuk tanpa bau obat. Malam
itu terlihat agak senggang. Sebagian petugas libur, namun petugas lain seperti
security, petugas kebersihan, perawat jaga, dokter jaga standby di Rumah sakit
untuk berjaga dan melayani pasien sakit.
Naik ke lift rumah sakit menuju
lantai 7A, ruangan tempatku bekerja.
Semua
seperti biasa saja, sama. Ada perawat yang bertugas di shift sebelumnya sibuk
menulis dokumentasi, atau bergerilya keliling ruangan pasien yang dirawat untuk
melakukan tindakan perawatan serta pemberian obat rutin. Pasien dengan
kesulurahan memiliki sakit yang sama.. stroke. Dengan berbagai tingkat
keparahan. Di waktu yang senggang kadang kami bertutur cerita bagaimana lebaran
kali ini.. bagi perawat perantau mungkin tiap lebarannya akan lebih tak terasa.
Ya, tak terasa.. jika ini lebaran. Karena semua terkesan biasa saja sama
seperti hari-hari biasa.dok. pribadi. suasana jaga malam saat malam takbiran di Nurse station Rumah sakit |
Pasien dengan segala keluhan,
kenaikan dan penurunan kondisi tetap harus di pantau. Begitupun keluarga pasien
yang menunggui saudaranya yang sakit, pun mungkin tak merasakan hari raya kali
ini. Sedih jangan ditanya, apalagi dengan gencarnya social media. Social media
mana yang tidak posting tentang hari raya di akunnya? Seluruh akun sosmed
secara serempak memposting kebersamaan keluarga mereka saat idul fitri. Dengan seragam
yang sama berfoto dengan keluarga besar. Atau keluarga baru yang baru menikah
berfoto mesra dengan pasangan, atau foto bersama dengan anak pertama yang mungil
lucu dalam gendongan, itulah realnya lebaran di Indonesia. Lebaran dengan seyum
dan kebersamaan. MUDIK menjadi aktivitas tahunan, seperti arti singkatannya
yakni Menjalin Ukuwah Dalam Ikatan Keluarga.
Apadaya, aku sebagai perawat
harus menerima kenyataan bahwa tugas ini harus tetap dijalankan. Lagi-lagi tak
mudik mungkin suatu hal semnetara, yang kelak jika waktunya tiba kita akan
mudik juga berkumpul bersama keluarga. Memang waktu tak bisa di tukar, apalagi
di putar. Kata orang moment itu amat berharga yang mungkin tak kan terjadi
lagi. Betul, itu pasti. Namun apa jadinya kalau perawat memilih untuk mudik
semua? Bagaimana pasien yang sakit? Tentu semua pasien yang sakit ingin sekali
sembuh sebelum lebaran supaya bisa lebaran di rumah. Atau orang mungkin bisa
memilih untuk tidak sakit atau tidak kambuh sakitnya saat lebaran atau hari
besar tiba? Namun sayangnya itu tidak bisa, ketika kita tahu bahwa sakit tak
kenal waktu. Dia bisa kambuh kapan saja, jika petugas penolongnya tidak ada,
bagaimana bisa pasien diselamatkan dengan tepat? Jadi ya ini menjadi tugas dan
tanggungjawab bagi profesi perawat. Apapun resikonya, dan inilah kenyataannya. Apa
yang harus dimiliki lagi? Hati yang besar dan jiwa yang tulus ikhlas. Itu.
Sering kali telpon berdering,
chat masuk dari banyak orang yang mengucapkan selamat hari raya idul fitri. Namun
perawat hanya bisa melihat dan mungkin membalas jika waktu senggang. Berusaha memberi
emote-icon senyum padahal kenyataannya tidak sedang senyum. Berusaha tenang
padahal sedang dalam pelayanan hectic
pada pasien. Keluarga yang baik adalah keluarga yang mengikhlaskan anaknya
tugas, tidak mudik untuk sementara karena pekerjaannya di bidang jasa ini. Untungnya
semua perawat memiliki keluarga semacam ini. Ku pikir.
Selamat berlebaran wahai
perawat. Tindakan kecil yang kau lakukan sangat bermakna bagi pasien sakit. Waktu
yang harusnya kau isi dengan kebersamaan dengan keluarga, harus ikhlas
digunakan bersama pasien sakit untuk beri pelayanan. Ini akan menjadi indah,
karena banyak malaikan mencatat amalmu jika dirimu ikhlas. Menengok orang sakit
memiliki keutamaan tersendiri, apalagi menengok dan memberi pelayanan kepada mereka
yang sakit. Malaikat catat banyak lagi amalmu. Jangan khawatir… keluarga mu
pasti mengerti. Waktu akan berlalu. Tapi dirimu akan tetap dinanti keluarga
besarmu.. kapan pun di waktu yang tepat. Selamat berlebaran Nurse!
Lebaran hari kedua
6 Juni 2019
2 Syawal 1440 Hijriah
Cawang, Jakarta Timur
Dari Perawat Stroke Ward
Yang tidak Mudik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah menbaca tulisan saya, silakan tinggalkan komentar mari bersilaturahim :)